Ibnu Pratomo sang Seniman Logam

0 comments
Ditulis oleh: Herlambang Jaluardi
Kompas – Jumat, 5 Desember 2014

Ibnu beserta rekannya, Fernando Adelnihansyah (20) terpanggil hatinya untuk melestarikan kesenian memandai besi. Mereka mengajak anak muda untuk menggali kembali pekerjaan yang dianggap hampir punah ini. Seperti pada pekan lalu di Pasar Seni ITB, mereka menggelar pelatihan menempa besi. Para pengunjung bisa melihat proses pembentukan batang besi menjadi pisau atau keris. Ada juga peragaan peleburan besi, dan mereka pun bisa merasakan beratnya martil yang berbobot 6 kilogram itu.

Pijar Komunitas Bandung adalah sebuah komunitas yang didirikan Ibnu pada tahun 2012 yang beranggotakan 15 orang. Nah, Fernando adalah salah satu aktivis di komunitas itu. Mereka kerap kali berkeliling ke sejumlah kampus untuk memperkenalkan ilmu pandai besi ini.

Ibnu mulai tertarik menempa logam pada saat ia masih berjuang mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Ayah dari tiga anak ini dulunya bercita-cita hendak memanjangkan umur profesi pandai besi yang sangat erat kaitannya dengan kebudayaan Nusantara di masa lampau. Minat itu makin terasah tajam saat ia sedang mengambil jenjang S-2 di fakultas yang sama. sembari ia meneliti, 6 tahun lamanya ia habiskan untuk menimba ilmu dari “empu” Basuki, seorang pengajar sekaligus pembuat keris dari Solo.

Pada tahun 2004, Ibnu membuat Kelompok Tangan Hitam yang beranggotakan segelintir Mahasiswa ITB yang minatnya serupa. Setelah ia mengantongi gelar master seni murni, ia membentuk lagi Unit Mahasiswa Pijar ITB. Namun, tak hanya sampai situ. Ibnu sangat ingin tidak hanya mahasiswa ITB saja yang bisa terjun ke dalam kegiatan menempa besi itu. Akhirnya, Ibnu membentuk Pijar Komunitas Menempa Bandung yang anggotanya terdiri dari bermacam-macam kampus di Bandung, Jawa Barat.

Tak hanya membagikan ilmu menempa besi yang mereka kuasai, namun mereka pun kerap kali berdiskusi mengenai aspek sejarah pusaka dari logam. Tak tanggung-tanggung, mereka juga menguliti filosofi pusaka dan nilai apa yang kira-kira mampu diperolej dari menempa besi. Ia mengambil contoh pusaka kujang, senjata tajam yang dipercaya sebagai senjata andalan Prabu Siliwangi. Menurut Ibnu, nama Siliwangi terdiri dari 2 kata yaitu Silih dan wangi. Jabaran dari 2 kata tersebut merupakan sintesis dari tiga aspek, yaitu silih asah, silih asih, dan silih asuh. Ketiga hal tersebut merupakan perilaku leluhur yang seharusnya dipegang manusia. Jika ketiganya tercapai, terbentuklah silih wangi. Jadi pusaka itu ibarat kitab suci yang mengandung pedoman ideal manusia.


Ibnu mengatakan bahwa seorang pandai besi yang baik adalah yang tidak hanya ahli dalam menempa besi menjadi senjata, namun juga menempa diri sendiri sehingga senjata yang dihasilkan tidak digunakan untuk kejahatan.