Kebudayaan Jawa Tengah

Seperti yang kita ketahui bahwa provinsi Jawa Tengah bersebelahan dengan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Maka dari itu, hubungan kebudayaan mereka sangat erat dan melengkapi satu sama lain. Upacara adat, kesenian, tari tradisional, dan keratonnya pun tidak jauh berbeda. Hanya, kalau di Yogyakarta masih dipimpin oleh Raja dan kesultanan, sedangkan di Jawa tengah, pemerintahannya sudah modern mengikuti standar kepemerintahan di Indonesia.

Provinsi yang memiliki luas wilayah sekitar 1,70% Indonesia ini dapat menampung sebanyak 31.820.000 jiwa. Tentunya mayoritas penduduk di provinsi ini bersuku bangsa Jawa. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya penduduk yang bersuku bangsa lain, seperti Sunda, Madura, Tionghoa, dan Arab-indonesia.

Selain penduduk dengan suku yang beragam, provinsi yang beribukota di Semarang ini juga memiliki beraneka ragam agama. Mayoritasnya menganut agama Islam, lalu ada yang menganut agama Katolik, Kristen, hindu, Buddha, bahkan konghucu. Tapi sebagian dari mereka masih ada yang mempertahankan tradisi kejawen yang dikenal dengan istilah abangan.

Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang harus dikuasai oleh semua warga Negara Indonesia, tapi umumnya penduduk provinsi ini sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Penggunaan bahasa jawa tentunya memiliki aturan terhadap siapa kita bicara. Perbedaan umur, derajat tingkat social, dan jarak keakaraban menentukan variasi bahasa yang akan dipilih. Kesalahan dalam pemilihan bahasa akan memunculkan keganjalan dan dianggap tidak sopan, atau orang jawa suka menyebutnya ora ngerti toto  kromo. Berdasarkan tingkat tuturnya, bahasa jawa dibagi menjadi 3, yaitu:
      1.       Bahasa jawa Ngoko
      2.       Bahasa Jawa Madya
      3.       Bahasa Jawa Kromo

Tabel 1. Tata Bahasa Jawa

Kebudayaan yang ditinggalkan di Jawa Tengah sungguh sangat beragam. Mulai dari benda-benda pusakanya, tariannya, upacara adatnya, hingga keseniannya. Dari ke-empat poin tersebut, ada beberapa yang menarik perhatian saya, dan akan saya bahas dalam kesempatan kali ini.

1.     Wayang Kulit

Gambar 1. Wayang Kulit dan Dalang
Kesenian wayang awalnya muncul sebelum kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Pertunjukan wayang ini merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang jawa yang menganut kepercayaan animism dan dynamism. Menurut kitab Centini, kesenian wayang ini mulanya diciptakan oleh Raja Jayabaya dari kerajaan Kediri pada abad ke 10. Wayang kulit juga dikenal sebagai sarana penyebaran agama Islam. Dimana disetiap pagelarannya, menyampaikan pesan moral Islam dalam bahasa Jawa. Cerita yang biasa dibawakan juga beragam, namun lebih terfokus kepada nilai-nilai etis, serta ajaran yang baik dan buruk. Pertunjukan ini biasanya dimainkan oleh dalang dan rombongannya, dengan iringan musik gamelan yang indah.

2.    Tedhak Siten

Gambar 2. Upacara Tedhak Siten
Tedhak Siten adalah salah satu upacara adat yang dilakukan oleh anak-anak berusia 6-7 bulan. Upacara ini bertujuan agar sang anak dapat terhindar dari musibah yang akan ditimbulkan oleh berbagai macam kekuatan gaib dan mistis di masa depan. Tedhak siten berasal dari kata tedhak yang artinya turun, dan siten (siti) yang artinya tanah. Jadi tedhak siten adalah upacara untuk pertama kalinya seorang anak turun ke tanah (berjalan). Penyelenggaraan upacara ini diadakan pada hari kelahiran si anak atau hari kelahiran ayahnya. Bukan hanya ritualnya saja yang penting, tapi persyaratannya pun penting dan harus dipersiapkan oleh orangtua yang menyelenggararakan, seperti kurungan ayam, uang, buku, mainan, alat music, dll. Selain itu ada juga tangga yang terbuat dari tebu, sajen yang terdiri dari bubur merah, bubur putih, jadah 7 warna, jajanan pasar, dll.

3.    Keris Jawa
Gambar 3. Keris Jawa

Keris adalah senjata tradisional yang terbuat dari unsur besi, baja, dan nikel. Di kalangan masyarakat Jawa, senjata ini dilambangkan sebagai symbol “kejantanan” yang juga merupakan lambing pusaka. Proses pembuatannya pun tidak sembarangan. Ada hari-hari tertentu yang ditentukan oleh para leluhur, seperti Jumat Pon, Sabtu Wage, atau Ahad Kliwon. Pantangannya adalah saat bulan Muharam sampai bulan Maulud. Selain itu, saat proses pembuatan keris juga dilengkapi dengan sesaji dan disertai dengan iringan doa kepada Allah SWT., sehingga kekuatan spiritual-Nya dipercayai orang sebagai sebuah kekuatan yang mampu mempengaruhi pihak lawan dari pemilik keris itu.

4.    Bedhaya Ketawang

Gambar 4. Tari Bedhaya Ketawang

Bedhaya Ketawang adalah sebuah tarian sakral yang mengisahkan tentang perkawinan Ratu Kidul dengan Panembahan Senopati. Penarinya berjumlah 9 orang dan tentunya mereka bukanlah orang sembarangan. 8 orang penari merupakan putra-putri yang masih ada hubungan darah dan kekerabatan dari keraton dan seorang penari lagi merupakan penari gaib yang dipercaya sebagai sosok Nyai Rara Kidul.
Tarian ini awalnya diciptakan oleh Raja Mataram ketiga, Sultan Agung dan dipertunjukan pada saat penobatan raja yang baru, namun sekarang tarian ini sudah mengalami transformasi atau perubahan dalam berbagai aspek. Bentuk tatanan pertunjukkannya masih mengacu pada ritual masa lampau, hanya saja nilainya telah berubah menjadi warisan budaya yang patut dilestarikan.
Bedhaya Ketawang biasanya dimainkan sekitar 5.5 jam, tapi sekarang sudah diringkas menjadi 2.5 jam saja. Penonton yang terpilih untuk menyaksikan tarian ini harus dalam keadaan khusyuk dan hening. Tidak boleh berbicara, makan, apalagi merokok. Tarian bedhaya kawang terbagi menjadi 2, ada yang besar dan kecil. Tarian bedhaya ketawang besar hanya dilakukan 8 tahun sekali, sementara tari bedhaya ketawang kecil dilakukan pada saat penobatan raja-raja dan saat pernikahan salah satu anggota keraton.




Referensi:
Sunarto, Drs.. 1989. Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta. Jakarta: Balai Pustaka.
Emasaga, dkk. Atlas Indonesia Tematik 33 Provinsi. Bandung: PT. Indahjaya Adipratama.
Komandoko, Gamal. 2010. Ensiklopedia Pelajar dan Umum. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Sutardi, Tedi. 2007. Antropologi: mengungkap keragaman budaya. Bandung: PT. Setia Purnama Inves.
Solikhin, K.H. Muhammad. 2009. Kanjeng Ratu Kidul dalam Perspektif Islam Jawa. Yogyakarta:Narasi.
Tilaar, Martha. 1999. Kecantikan Perempuan Timur. Magelang: Indonesia Tera.
Wedhawati, dkk. 2006. Tata bahasa Jawa Mutakhir. Yogyakarta: Kanisius.

8 comments:

Unknown said...

nice...

Yovita said...

bagus dan menarik :) 69 nilainya :) semangat ya

Unknown said...

Hi, mela :)
penjelasan tentang Kebudayaan Jawanya sudah cukup lengkap, nilainya 70 :) semangat ya mela

Unknown said...

Mella, penjelasan tentang kebudayaan jawa tengah yang kamu tulis sudah lengkap, aku kasih nilai 70 untuk Mella. ^^

Unknown said...

penjelasan tentang kebudayaan jawa tengah nya sudah lengkap dan menarik di tambah lagi dngan penambahan gambar yg cukup banyak jadi kita yg membaca menjadi tertarik, untuk nilai saya kasih 72 untuk mela

Unknown said...

mella postingannya udah bagus sama menarik lohh haha. jadi aku kasih nili 73 yaa mell heheh. semangat nge-posting lagi mell!!

Unknown said...

penjelesannya sangat menarik dan mudah dipahami, saya beri nilai 73

Unknown said...

penjelesannya sangat menarik dan mudah dipahami, saya beri nilai 73

Post a Comment