Mengubah Paradigma Perempuan Pesisir

Sejak pertama kali Nurhayati menginjakkan kaki di sebuah desa yang bisa ditempuh kurang lebih 2 jam dari Kota Makassar, beliau heran melihat kondisi dan aktivitas sehari-hari para perempuan yang hanya mengurusi keperluan rumah tangga saja dan berkumpul dengan para tetangga. apa yang beliau lihat di sini, sangat jauh perbedaannya dengan apa yang beliau amati di Jayapura, Papua. Di sini, perempuan tidak segan membantu suami mereka untuk mencari nafkah.
NURHAYATI
Lahir: Makassar, 4 Maret 1972
Pekerjaan: Kepala Desa Pitusungu (2007-sekarang)
Pendidikan terakhir: SMEA 13 Bungoro, Pangkep
Penghargaan: Finalis Anugerah Saparinah Sadli 2014

Pada saat beliau masih duduk di bangku kelas 1 Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Nurhayati membantu pelayanan di Posyandu di Desa Pitusungu untuk memberikan contoh kepada perempuan yang tinggal di tempat beliau tinggal tersebut. Beliau bertugas menyosialisasikan pentingnya imunisasi bagi bayi. Namun, tidak semulus seperti apa yang ia bayangkan. Banyak penolakan yang beliau terima dari warga di desanya. Karena mayoritas warga desa itu lebih percaya dukun daripada bidan di posyandu. 

Perjuangan berat bagi seorang Nurhayati untuk mengubah pandangan warga. Hingga akhirnya pada tahun 1994, ketika beliau resmi menjadi staf di posyandu, hanya ada 3 perempuan yang mau mempercayakan anaknya untuk diimunisasikan dan melaksanakan program Keluarga Berencana (KB). Meskipun tidak ada penambahan staf di posyandu, Nurhayati tidak putus asa. Pada tahun 2004, beliau mulai membangun kepercayaan kepada warga bahwa kemampuan perempuan dapat memberikan pengaruh besar pada lingkungan. Kondisi jalanan sepanjang 770 meter, berlumpur, dan bahkan menyebabkan banjir saat hujan di desa itu, makin membulatkan tekad mereka untuk mengubah situasi itu dengan mengajukan proposal perbaikan jalan lewat Program Pembangunan Kecamatan (PPK).

Namun, semangat para perempuan yang telah dipicu Nurhayati, tidak bisa bejalan semulus seperti yang beliau bayangkan. Keengganan laki-laki untuk menjalankan kegiatan ini menjadi salah satu kendala bagi semangat warga perempuan Desa Pitusungu. Mereka menganggap bahwa wanita tidak bisa melakukan hal seperti ini dan perempuan harus tunduk pada keputusan laki-laki. 

Dengan kegigihan dan kerja keras meyakinkan pihak kecamatan dan kabupaten, pada akhir tahun 2004, Ibu dari 3 anak ini berhasil mendapat dana bantuan untuk perbaikan jalan. peran perempuan tak berhenti. Mereka bahu-membahu membantu petugas membawa batu dan pasir untuk melancarkan proses perbaikan.

Pengabdian Nurhayati tidak berhenti sampai disitu, ia mencalonkan diri sebagai kepala desa berkat dukungan suami dan ketiga anaknya. Setelah ia akhirnya terpilih, ia mulai mengupayakan bidang usaha untuk memberdayakan perempuan di desa agar tidak sekedar mengandalkan penghasilan suami mereka, Kesuksesan Nurhayati serta para perempuan yang telah bergabung dalam usaha yang beliau bangun, membuat warga lainnya tertarik untuk 'mencicipi' usaha yang dikelola Nurhayati. Beliau akhirnya merintis 5 jenis usaha yang masing-masing dijalankan 20 perempuan. Selain itu, perempuan di desa yang berjarak 25 kilometer dari pusat kota Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) itu juga berhasil memfungsikan kembali 13 hektar lahan tidur menjadi persawahan.

Nurhayati mengatakan bahwa beliau terinspirasi dari sang Ibu. Ibunya mengatakan bahwa perempuan harus mampu berjuang sendiri, mampu bersekolah setinggi mungkin. Beliau juga bersyukur mempunyai seorang suami yang mengerti dan bisa menghargai kesibukannya.


Sumber: Harian Kompas, Sabtu, 04 Oktober 2014

1 comments:

Anonymous said...

kisah sangat menginspirasi, tulisan sangat berisi dan tidak bertele-tele. semangat terus yah mela ! buat blognya

Post a Comment